Shaloomm... Selamat Datang di WebBlog kawan-kawan KPPMD Malang I ( Skadron-M1 ) - Selamat Bergabung dan Selamat Melayani. # http://skadron-m1.co.cc # kppmd malang 1 FACEBOOK GROUP "

08 September 2008

KEMERDEKAAN HIDUP
- Benny Irawan -

Sudah lama saya tidak merasakan dinginnya udara kota di mana saya dilahirkan, renyah apel, kenyal bakso, gurih tempe dan senyum ramah pedagang sayur di depan rumah saya. Tawa canda, peluk mesra serta erat jabat sahabat yang menerima saya apa adanya pun sudah jarang saya rasakan selain dari ponsel yang berdering menyebut nama mereka atau hanya melalui kata-kata yang menggelitik terbaca dari yahoo messenger.

Hidup menyeret saya ke ibukota, entah sebagai perjalanan, entah sebagai pengalaman. Yang jelas hidup selalu menawarkan perjuangan, dan perjuangan untuk hidup itulah hidup itu sendiri sementara keinginan untuk selalu memperjuangkan hidup adalah pilihan. Pilihan itulah yang pada akhirnya membenturkan saya ke tembok gedung-gedung tinggi yang angkuh, aspal jalanan yang riuh, pengemis yang menggendong bayi dan segala aktivitas yang harus mengantri.

Saya menulis ini, tidak lama ketika lagu-lagu kemerdekaan masih sedikit terngiang di telinga saya. Bangsa ini sudah 63 tahun merdeka. Kemerdekaan yang dibangun dari air mata dan darah, semangat pantang menyerah bahkan kehidupan kata-kata juga berperan dalam kemerdekaan bangsa ini. Bukankan naskah Proklamasi diikrarkan dengan kata-kata?

Sebagai putra bangsa, saya bangga dengan bangsa ini, dengan segala yang yang ada di negeri ini. Dengan pahlawan yang telah gugur pun saya tetap membanggakan mereka, meski pada zaman sekarang ini banyak anak muda yang membanggakan pahlawan dari Negara lain. Entah mereka memakai kaos bergambar Che Guavara, memajang poster Osamah bin Laden, Saddam Hussein dan mengelu-elukan Nelson Mandela. Saking bangganya dengan pahlawan bangsa ini saya pernah berfoto dibawah patuh Jenderal Sudirman meski agak sedikit “katrok” dan lebih banyak “ndeso”-nya ketimbang untungnya. Saya pikir, kebanggaan akan pahlawan bangsa ini tidak harus memiliki foto mereka tetapi dengan perbuatan dan tindakan nyata. Saya mulai bingung dan harus berangkat darimana kalau sudah begini….

Kalau ditelusuri dari sisi bahasa, kemerdekaan berasal dari kata dasar merdeka yang berarti bebas dari belenggu dan penindasan. Memang, dulu bangsa ini ditindas oleh penjajah tapi saya yakin kalau perjuangan dari pahlawan kita lebih dari sekedar keinginan untuk bebas dari segala bentuk penindasan namun juga keinginan untuk kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang.

Saya tidak mengatakan kalau kehidupan di ibukota sekarang ini tidak lebih baik dari masa lalu. Namun ada beberapa kemerdekaan yang hanya dinikmati oleh segelintir orang saja. Hidup di ibukota tak berbeda dengan hidup di hutan rimba belantara di mana siapa kuat di dapat! Rimba pohon-pohon tinggi berubah menjadi gedung-gedung yang tinggi, bahkan penghuninyapun lebih garang daripada Si Raja Hutan. Merampas kemerdekaan orang lain adalah hal biasa. Contoh sederhana: kemerdekaan sopir bajaj harus terampas kalau melewati jalan Thamrin hingga sepanjang jalan Sudirman demi sebuah kenyamanan dan ketertiban jalan raya atau untuk alasan kemacetan. Setelah bajaj dilarang kini banyak pengendara sepeda motor yang tak ubahnya juga menyebabkan jalan macet dan merampas kemerdekaan pejalan kaki dengan melewati trotoar. Metromini berhenti seenaknya demi berebut penumpang. Penumpang transjakarta atau lebih dikenal busway juga harus merasa terampas kemerdekaannya karena meskipun harus membayar dengan harga yang sama mereka harus berdiri berdesakan melewati rute yang ditetapkan. Bahkan baru-baru ini ada lagi penggusuran yang harus terjadi di ibukota. Entah kemerdekaan pemerintah yang merasa terampas oleh kaum miskin yang seenaknya menempati tanah kosong, atau kaum miskin yang merasa terampas kemerdekaannya karena buru-buru digusur tanpa ada ganti rugi yang jelas. Hal ini mungkin tidak hanya terjadi di ibukota saja.

Seperti lingkaran setan, kemerdekaan hidup yang harusnya dinikmati ini tak ada habisnya harus terampas. Mungkin pikiran saya terlalu sempit memandang keadilan yang digadang-gadang oleh bangsa ini, keadilan yang seharusnya bisa dirasakan merata oleh seluruh rakyat negeri ini. Belum mungkin, selama moral, cara berpikir dan tindak tanduk bangsa ini tidak berubah.

Tidak lama sebelum HUT RI yang ke 63, saya pernah datang ke acara UrbanFest di ibukota, dimana banyak anak muda yang melampiaskan ‘kemarahan’ mereka demi sebuah kemerdekaan bagi mereka. Mereka menggambar mural di dinding yang sudah disediakan dengan gambar-gambar berbentuk protes, ajakan, pembakar semangat dan pelampiasan seni. Tidak hanya itu saja, mereka juga adu ketangkasan dengan sepeda BMX dan Skateboard untuk menunjukkan keberanian mereka. Yang lebih menarik lagi, ada beberapa stan anak muda yang mengajak pengunjung untuk mencintai lingkungan dengan bike to work, menanam pohon, dan menjual pernak-pernik yang terbuat dari sampah plastik.

Tanggal 18 Agustus 2008, ada ratusan ribu anak muda yang menamakan diri mereka The Call, dari berbagai denominasi, suku, bahasa dan daerah untuk satu tujuan. Mereka ingin bangsa ini diberkati, satu bangsa yang dikagumi di seluruh dunia, satu bangsa yang bangkit kembali dari kemunduran, korupsi, perpecahan, kekacauan, kejahatan dan kemerosotan moral. Mereka juga mendedikasikan 5 menit untuk berdoa serentak di seluruh indonesia. Diharapkan lebih dari satu juta anak muda akan mengambil 5 menit ini untuk berkumpul baik di stadion, gereja, kampus atau rumah-rumah untuk mendeklarasikan satu doa yang sama untuk indonesia. Mereka percaya adanya suatu perubahan akan terjadi atas atmosfir Indonesia waktu jutaan doa dinaikkan ke udara pada waktu yang bersamaan. Selain itu mereka juga mengadakan satu march. Bukan untuk demonstrasi, bukan untuk protes, bukan untuk menunjukkan kekuatan, tapi satu barisan yang akan memenuhi jalur Monas-Senayan, satu barisan untuk pertobatan. Jalan pertobatan ini akan diikuti puluhan ribu anak-anak muda yang berdoa waktu mereka berjalan, berdoa untuk pertobatan generasi ini. Pertobatan atas dosa dan pelanggaran yang dilakukan oleh generasi muda di jaman ini.

Saya merinding… ternyata ada hal yang lebih mulia untuk mengisi kemerdekaan ini ketimbang diisi dengan hal-hal yang bersifat hura-hura dan sekedar senang-senang. Menjadi berharga dan berguna adalah arti kemerdekaan itu sendiri.

Saya malu. Tiba-tiba saya teringat rujak cingur, tempe menjes, ote-ote dan tahu campur di kota saya. Lalu saya buka-buka kalender, mencari tanggal untuk pulang sambil menghitung uang di dompet. Ketika saya pulang, mungkin saya tidak banyak membawa uang. Tapi saya ingin membawa api kemerdekaan buat teman-teman saya. Mungkin di kampung, mungkin juga di gereja. Oh iya, di gereja. Gereja Jawi yang sederhana, yang di dindingnya membekas lagu debar dari tatanan bunyi Sang Cahaya….


“Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih” Galatia 5:13